pdpmjepara.org – “Romo Kyai, sangat indah sekali tafsir surat Al Fatihah yang engkau sampaikan. Selama ini kami hanya menghafalkan tanpa pernah tahu isi dari Kitab suci kita itu. Sudikah kiranya Romo Kyai mau menterjemahkan untukku?”(R.A. Kartini)
Itulah permohonan R. A. Kartini kepada K.H. Sholeh Darat yang mengisi pengajian untuk keluarga Bupati Demak, Ario Hadiningrat, paman R. A. Kartini. Berawal dari permohonan cerdas inilah, yang menggerakkan K.H. Sholeh Darat yang asli jepara ini menterjemahkan Al Qur’an kedalam bahasa jawa dengan judul ‘Faidur Rahman fit Tafsiril Qur’an”.
Pemikiran R.A. Kartini belia mencerminkan sosok perempuan jawa yang progresif melampaui zamannya. Mindset yang cerdas dan berkemajuan menjadi titik tolak kebangkitan literasi dan edukasi bagi wanita dan pribumi untuk mengenyam pendidikan. Jiwa progresif yang terus ingin merdeka dalam belajar, menjadikan Kartini membangun hubungan dengan banyak kalangan. Interaksinya mulai dari kalangan santri, ningrat dan kalangan Belanda. Salah satunya berkorespondensi dengan istri J.H. Abendanon, Menteri kebudayaan, agama Kerajaan Hindia Belanda. Isi surat-surat kartini berisi tentang keprihatinan pendidikan bangsanya, kaum wanita pribumi, budaya jawa dan Agama. Surat-surat ini dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul “Door duisternis tot lictat” yang berarti “Habis gelap terbitlah terang”. Ternyata surat-surat R.A. Kartini kepada Nyonya J.H. Abendanon sangat terinspirasi dari Pengajian K.H. Sholeh Darat.
Nilai perjuangan R.A. Kartini menginginkan wanita Indonesia mampu melawan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Warisan R.A. Kartini untuk wanita masa kini/milenia, tak boleh direduksi hanya dalam simbol “kebaya”. Spirit perjuangan R.A. Kartini adalah semangat kebangkitan (revivalism) dan pencerahan (enlightment). Siti Noordjanah Djohantini, Ketua umum PP Aisyiyah Mengatakan, ”Perempuan diminta tidak terbuai asyik di lingkup domestik, harus berani berjuang diluar pakem untuk Meraih intelektual tinggi dalam ilmu pengetahuan.”
Perjuangan literasi R.A Kartini sangat relevan dengan Paradigma baru dalam pendidikan Indonesia saat ini. Menteri Pendidikan Nasional, Nadiem Anwar Makarim dengan slogan ‘”Merdeka Belajar Guru Penggerak” telah membawa angin segar bagi kartini-kartini milenia untuk maju meraih mimpi dan harapannya. Gagasannya adalah tentang kemerdekaan berfikir, suasana belajar yang bahagia, guru yang ceria tanpa beban administrasi. Mas Menteri berargumen dengan “Merdeka Belajar” pemberdayaan sumber daya bangsa dapat menghasilkan produk pendidikan yang unggul untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Mindset ini harus mampu menjadi kenyataan, murid bahagia belajar di kelas maupun di luar kelas (outing class). Murid mampu menemukan harapannya (passion) yang dia inginkan. Belajar bukan hanya hafalan tanpa tahu makna yang terkandung di dalamnya. Para guru ikhlas mengajar anak bangsa dengan senyum tanpa takut ancaman hukum. Spirit merdeka belajar harus menginspirasi Kartini masa kini.
Kartini milenia dengan semangat merdeka belajar mampu menjemput Indonesia emas (golden Indonesia). Di era digital yang bertabur sosial media, kartini milenia tidak hanya mampu menggunakannya dengan canggih tetapi juga harus mempunyai sikap santun (good attitude) dalam bersosial media dan mencerahkan.
Kartini Milenia harus mampu merebut profesi penting menjadi: guru, polisi, tentara, dosen, menteri, legislator atau bahkan presiden tanpa meninggalkan kodrat sebagai ibu dalam rumah tangga. Jabatan yang membawa kesejahteraan, kemaslahatan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Selamat merdeka belajar. Selamat Kartini milenia penerus perjuangan emansipasi wanita. Bravo Indonesia! Bravo Kartini Milenia Berkemajuan!
Taufiq Nugroho Nur, S.Pd,
Penulis adalah Putra daerah yang pecinta literasi RA Kartini. Seorang guru yang tinggal di pelosok selatan timur dari Kabupaten Jepara. Dorang Darussalam.